Jumat, 18 Januari 2013

Asal mula suku baduy

Baduy atau orang Kanekes adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.


Wilayah kanekes bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Tidak heran bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda dialek Sunda-Banten. Namun mereka juga lancar menggunakan Bahasa Indonesia ketika berdialog dengan penduduk luar.

Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.

Kelompok-kelompok dalam masyarakat Kanekes

Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam, yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik). Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Kelompok masyarakat panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Baduy Luar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam dan Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Baduy Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).

Baduy Luar

Baduy Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.


Penyebab warga Baduy masuk menjadi golongan Baduy Luar, adalah:
  • Mereka telah melanggar adat masyarakat Baduy Dalam.
  • Berkeinginan untuk keluar dari Baduy Dalam
  • Menikah dengan anggota Baduy Luar
Ciri-ciri masyarakat:
  • Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga Baduy, termasuk warga Baduy Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan pengawas dari Baduy Dalam.
  • Proses Pembangunan Rumah penduduk Baduy Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Baduy Dalam.
  • Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
  • Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.
  • Mereka tinggal di luar wilayah Baduy Dalam.
Baduy Dalam

Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka.


Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Baduy Dalam antara lain:
  • Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
  • Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
  • Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Puun)
  • Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
  • Menggunakan Kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.


Sumber:
Iskandar, J. (1991). An evaluation of the shifting cultivation systems of the Baduy society in West Java using system modelling, Thesis Abstract of AGS Students


Translate language to englis


Bedouin or Kanekes is a group of indigenous people in the Sunda Lebak, Banten. The term "Bedouin" is the designation given by residents outside the community groups, the term originated from the Dutch researchers who seem to equate them with Badawi Arab groups who are sedentary societies (nomadic). Another possibility is that the River and Mountain Bedouin Bedouin in the northern part of the region. They themselves prefer to call themselves as urang Kanekes or "Kanekes" corresponds to the name of their territory, or a term that refers to the name of their village as Urang Cibeo.

Kanekes region settled right at the foot of the mountains Kendeng Kanekes village, District Leuwidamar,-Rangkasbitung Lebak, Banten, is about 40 km from the city Rangkasbitung. Not surprisingly, the language they use is Sundanese language Sundanese dialect-Banten. But they are also fluent in the Indonesian language when talking to people outside.

Baduy livelihood is farming and selling fruit they get from the forest. Additionally As a sign of compliance / confession to authorities, people routinely carry Kanekes Seba are still regularly held once a year to deliver the produce to the local authorities that the Governor of Banten. It is the creation of close interaction between the Bedouin and the outside. When their work in the fields is insufficient, Bedouin usually ventured into the big city around their area on foot, they generally go with a small amount of 3 to 5 people to mejual honey and crafts them to make ends meet. Trade that originally only done by barter widespread use rupiah. Baduy people sell their agricultural products and fruits through the middlemen. They also buy the necessities of life are not produced itself in the market. The market for Kanekes located outside the region such as market Kanekes Kroya, Cibengkung, and Ciboleger.

Groups in society Kanekes

Kanekes Community are generally divided into three groups: Tangtu, panamping, and dangka (Permana, 2001). Tangtu group is a group known as the Bedouin, the most strictly follow the customs, the people living in the three villages: Cibeo, Cikartawana, and Cikeusik). The hallmark of the Bedouin is naturally white clothes and dark blue and wearing a white headband. Panamping communities are those that are known as the Outer Baduy, who lived in various villages scattered around the area of ​​the Bedouin, as Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, and so forth. Foreign Baduy distinctively dressed and black headband. If Baduy Domestic and Foreign Bedouin living in the Kanekes, the "Bedouin Dangka" Kanekes live outside the area, and currently resides in the remaining two villages, namely Padawaras (Cibengkung) and Sirahdayeuh (Cihandam). Dangka village serves as a sort of buffer zone on outside influences (Permana, 2001).

Outer Baduy

Foreign Bedouin are the people who have been out of the Bedouin peoples and regions. There are several things that cause dikeluarkanya Bedouin residents in the Outer Baduy. Basically, the rules are outside and Baduy Baduy in almost the same, but the outer Baduy know more about technology than the Baduy.

Causes of Bedouin residents entered into Outer Baduy group, are:
They have violated the indigenous Bedouins.
Wanting to get out of the Bedouin in
Married with members of the Bedouin Foreign
The characteristics of the community:
They have to know the technology, such as electronic equipment, although its use remains a ban for every citizen Bedouin, including Foreign Bedouin citizens. They use the equipment in a way secretly to escape detection for the trustees of the Bedouin.
Housing Construction Process Foreign Bedouin residents have used these tools, such as saws, hammers, nails, etc., that were previously banned by the indigenous Bedouin.
Using traditional clothes with black or dark blue (for men), which indicates that they are not holy. Sometimes using modern clothes such as T-shirts and jeans.
Using modern household appliances, such as mattresses, pillows, plates & cups glass & plastic.
They live outside the Baduy In.
Baduy In

In the Bedouin are a part of the whole Bedouin tribe. Unlike Foreign Bedouin, Bedouin residents still adhere to the traditions of their ancestors.

Most of the rules adopted by the Bedouin tribes, among others:
Not allowed to use vehicles for transportation
Not allowed to use footwear
The door should face north / south (except home the Puun)
Prohibition of use of electronic tools (technology)
Using cloth black / white as the clothes are woven and sewn himself, and is not allowed to use modern clothing.

Sources:
Iskandar, J. (1991). An evaluation of the shifting cultivation systems of the Bedouin society in West Java using the system modeling, Thesis Abstract of AGS Students

1 komentar: